21 Januari 2022

Persamaan Agama (الدِّيْنُ) dan Utang (الدَّيْنُ)

DIIN DAN DAIN

Oleh : Abu Shemia QUAS

Di antara istilah dalam al Quran yang cukup akrab di telinga kita adalah istilah Ad Diin yang biasa diterjemahkan AGAMA. Istilah ini diulang dalam al Quran sebanyak 92 kali. Apa sebetulnya arti dari Ad Diin ini ?.

Bila dilihat dari karakter dan kebiasaan bahasa Arab bila ada kata-kata yang mirip secara tulisan dan hanya berbeda pada harokat awal biasanya memikili titik persamaan di antara kata tersebut.

Seperti البَرُّ (al Barru), البُرُّ (al Burru) dan البِرُّ (al Birru). al Barru artinya daratan, al Burru artinya gandum, al Birru artinya kebaikan. Kembali kepada karakter bahasa Arab bila ada kata yang mirip biasanya ada titik persamaan. Kemudian apa titik persamaan dari ketiga istilah tersebut ? Daratan, Gandum dan "Kebaikan". Ternyata titik kesamaan dari ketiga istilah tersebut adalah كَثْرَۃُ الخَيْرِ yaitu banyaknya kebaikan yang terkandung di dalam Daratan, Gandum dan "Kebaikan".

Daratan, tidak bisa dinafikan banyaknya kebaikan yang kita dapatkan dari daratan, segala aktivitas manusia tidak lepas dengan dararan.

Gandum, bila dilihat kandungannya begitu tinggi gizinya dan bermanfaat untuk kebugaran tubuh.

"Kebaikan" sebetulnya al Birr diterjemahkan kebaikan adalah sebuah keterpaksaan karena maknanya kebaikan yang bukan kebaikan biasa tapi kebaikan istimewa, sehingga al Quran menjelaskan karakter al Birr itu adalah menginfakkan apa apa yang dicintai, itulah al Birr. Menginfakkan sesuatu adalah sebuah kebaikan meskipun barang tersebut sudah tidak dimanfaatkan atau dicintai kita, ketika diberikan pada orang yang membutuhkan tetap itu suatu kebaikan tapi belum sampai kepada derajat al Birr, hanya kebaikan biasa, atau al khoir.

Kembali kepada Ad Diin (Agama) dan Ad Dain (Utang), apa titik persamaan dari kedua hal tersebut. karena secara sepintas istilah kedua ini berbeda jauh.

Ternyata titik persamaan dari kedua hal tersebut itu adalah أَذَلَّ نَفْسَهُ yaitu menghinakan diri sendiri. Ketika berhutang, hal yang biasa dilakukan adalah menghinakan diri sendiri, tidak ada yang meminta pinjaman dengan penuh rasa sombong dan angkuh, sehingga Alloh SWT pun menjadikan utang sebagai barometer di muka bumi.

قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : " الدين راية الله في الأرض ، فإذا أراد أن يذل عبدا وضعها في عنقه " رواه الحاكم

Rasulullah SAW bersabda "Utang merupakan barometer Alloh SWT di buka bumi, jika ingin menghinakan seseorang maka akan ditimpakan kepada seseorang tersebut sebuah utang" (HR Hakim).

Kemudian, menghinakan diri berkaitan dengan AGAMA adalah menghinakan diri di hadapan Alloh SWT, sehina-hinanya, berada jauh di bawah Alloh SWT sehingga tidak ada kekuasaan untuk menyamai apalagi menyainginya, seperti seorang hamba sahaya di hadapan tuannya, dia tidak punya pilihan dalam hidupnya kecuali melakukan apa yang diinginkan tuannya dan mengesampingkan keinginannya sendiri.

Sehingga ciri dan bukti seseorang beragama atau menghinakan diri di hadapan Alloh SWT adalah sebagaimana dalam QS al Ahzab ayat 36, bahwa tidak ada pilihan bagi seorang mukmin bila Alloh SWT dan Rasululloh SAW telah menetapkan sesuatu kecuali melaksanakannya dan mengesampingkan keinginannya.

Dari prinsip beragama yang merendahkan diri ini pun kita sedikit memahami kenapa Iblis dilabeli al Rajiim atau terkutuk padahal yang dilakukannya adalah perbuatan menolak dan sombong bukan syirik yang merupakan dosa atau kejahatan paling besar.

Dengan ada rasa sombong ini berarti sebuah kebalikan dari merendahkan diri, dengan kata lain ketika sombong maka hilanglah nilai agama atau merendahkan diri di hadapan Alloh SWT.

Serta Rasululloh pun memperingatkan kita untuk menjauhi Kesombongan atau al Kibru. Rasululloh SAW bersabda : Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya meskipun sebesar biji sawi ada rasa sombong atau al Kibru, kemudian Rasululloh menjelaskan al Kibru itu adalah menolak kebenaran dari Alloh SWT dan Rasululloh SAW serta menyepelekan orang lain atau menganggap orang lain rendah di bawah dirinya.

Itulah titik persamaan Ad Diin dan Ad Dain, sekaligus memahami Ad Diin dari pendekatan bahasa, yaitu merendahkan diri sendiri.

Mudah mudahan dalam setiap aktivitas kita, ibadah kita, selalu disertai rasa merendahkan diri di hadapan Alloh SWT, tidak ada pilihan kecuali melaksanakan ketetapan Alloh SWT dan Rasululloh SAW.

Tanpa rasa merendahkan diri, tentu hal yang sia-sia amalan-amalan yang sudah kita lakukan. Dan kita berlindung kepada Alloh SWT supaya dijauhkan dari rasa al Kibru.

Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar